alhamdulillah hari ini gw menulis d blog setelah seminggu yg lalu abis Lulus d3 manajemen informatika universitas gunadarma,
pengorbanan selama ini terhapus sudah dengan 1 kata yaitu "LULUS",
pengorbanan itu dimulai saat masuk semester 6 dimana pada semester ini diberikan dosen pembimbing yg membimbing mengerjakan tugas akhir/ Penulisan ilmiah (PI), gw dapet dp(dosen pembimbing) bu Feni, pertama liat ini dp keliatan kalem dan gw pikir gak bakal neko-neko.
pertemuan pertama diskusi mengenai judul apa, waktu itu gw ngangkat 3 buah judul, 1 mengenai aplikasi jalur busway, 1 aplikasi RT, 1 lg lupa apa, 1 judul d acc yaitu aplikasi jalur busway untuk blackberry, begitu seminggu dua minggu gw kerjain ini gw mulai galau krn ternyata banyak bgt database yang dipake buat di aplikasi ini dan gw udah mulai berpikir untuk mengganti dengan aplikasi yang lain, smpe akhirnya nanya sm senior debby sisca yg kenal krn dlu magang d indosat jg dan dberi pencerahan akhirnya gw bikin tutorial hewan reptil menggunakan vb.net dan sql server 2000, pertama-tama ngerjain ini si lancar-lancar aja smpe akhirnya stuck berbulan-bulan di cara memunculkan video, dan database soal, akhirnya gw mulai browsing cari di internet dan sedikit demi sedikit dapat pencerahan melalui forum di kaskus dan jg ngeforum di www.i-bego.com disini mulai ada perkembangan ttg aplikasi yg gw buat, dan smpe akhirnya aplikasi gw selesai. tp ini belom berakhir krn gw msh blom dpt surat acc buat maju sidang, bahkan smpe bbrp temen-temen gw udh maju sidang gw jg msh blom dapat itu surat acc krn mesti revisi-revisi, pengorbanan selanjutnya adalah kesabaran, ya kesabaran sangat dibutuhkan untuk bertemu dosen yang agak lumayan sibuk, berkali-kali buat janji tp tertunda krn 1 dan bbrp sebab alasan,
sampe akhirnya pada waktu itu tgl 15 agustus 2011 keluar jg surat pamungkas itu, yups surat ACC dr dp yang meng ACC kan PI gw, pada saat itu seneng bgt gak terhingga, mungkin ini lah berkah bulan ramadhan, langsung pas dpt surat acc langsung menyiapkan berkas-berkas buat maju sidang pada hari itu, dmulai foto ke cemerlang margonda jalan kaki panas-panasan, trs k perpus ngurus surat bebas perpus, ke sekjur(sekretariat jurusan) dan terakhir ke loket buat dapat surat jadwal sidang dan alhamdulillah dapat jg pada hari itu yaitu pada tanggal 17 September 2011.
pada waktu mendapat surat ini dan nganter temen2 yg pd sidang gw gak deg-degan sm sekali tp entah mengapa bgtu abis lebaran terutama setelah diberikan mimpi-mimpi buruk ttg sidang gw jd kepikiran trs dan mulai deg-degan, sehari sebelum sidang gak bs tdur, smpe pada hari yg ditunggu-tunggu itu tiba gw bangun setengah 5 dan gak bs tdur lg, sebelum jalan ke kenari (kampus yg khusus buat sidang univ. gunadarma) gw sungkeman dlu sm ortu mnta doanya dan ridho nya semoga sidang nya berjalan lancar
sampe di kenari, santai sejenak sampe akhirnya jam 8an mulai masuk dan briefing dlu mengenai tata cara sidang dan apa saja yg harus dilakukan setelah sidang, begitu dikasih lembar dosen penguji gw, disitu mulai tenang karena ternyata yg nguji gw dp gw sendiri diantara 3 dosen penguji yg ditulis, denger2 kata tmn gw yg sidang jg salah satu penguji yg nguji gw sadis karena ditanyain program-programnya gt, pas sidang gw dpt giliran pertama, gw milih pertama krn mau cpt2 selesai, smpe akhirnya nama gw d panggil dan masuk ke ruangan sidang, pas gw liat cm ada 2 dosen penguji krn yg 1 dosen lg masih belom sampe, yg gak masuk yg katanya ditanya2in macam2 sm dia (alhamdulillah lagi) diberi kemudahan, pas mulai sidang panik mulai menerpa, pertama flashdisk gw gak bs connect k PC nya hastaggaaaa :(, dan pas nyalain OHP ternyata gak nyala OHP nya (OMG mati lah awa') ehh pas gw liat colokannya blom d colokin k listrik -____-", akhirnya sdh bs teratasi dan mulai presentasi, gak sampe 10menit klo gw gak salah gw udah selesai sidangnya alhamdulillah bgt gak bgtu sulit sidangnya.
setelah sidang gw masih belom tenang krn mesti nunggu pengumuman kelulusannya, disaat menunggu ini alhamdulillah allah berikan sahabat-sahabat yg baik eka,tio yg setia menemani gw sidang *big hug*, sampe jam 2an semuanya berkumpul di lobby utama dan satu persatu nama dipanggil untuk masuk ke ruangan pengumuman, di ruangan ini yg sidang dikumpulkan dan sampe ada dosen yg memberikan pengumuman bahwa yg ada di ruangan itu "LULUS" semua horayyyyyy alhamdulillah, saat itu senang bangetttttttt akhirnya pengorbanan selama ini gak sia-sia.
makasih Allah SWT,mama,ayah, keluarga, sahabat-sahabat :)
Sabtu, 24 September 2011
Senin, 16 Mei 2011
Masalah Perbankan
Kasus Bank Century
Tanpa diduga sebelumnya, upaya pemerintah menyelamatkan Bank Century dari kehancuran akibat perampokan sistematis yang dilakukan pemiliknya berkembang cepat dan langsung masuk ke pusat medan politik nan panas.
Sejatinya, pengucuran dana (yang menurut Menkeu Sri Mulyani sebatas menaikkan CAR atau rasio kecukupan modal) sebesar Rp. 6,7 triliun hanya akan berbuntut pada pengusutan hukum di BPK, KPK atau kepolisian jika terindikasi ada oknum yang merekayasa pengucuran dana segar tersebut.
Artinya, dengan asumsi ada orang-orang di pemerintahan dan di manajemen Bank Century yang menikmati keuntungan secara haram dari pengucuran dana, maka kasus ini, seperti biasa, akan kembali menambah daftar panjang koruptor dan penjahat berkerah putih Indonesia.
Tapi ternyata yang merebak belakangan adalah konflik horizontal antara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menkeu Sri Mulyani dan Mantan Gubernur BI Boediono yang terpilih sebagai Wakil Presiden RI periode 2009-2014.
Jusuf Kalla yang merasa dirinya hendak dibenamkan dalam kasus ini langsung bereaksi. Dia segera mengoreksi tanggal audiensi antara dirinya dengan Sri Mulyani dan Boediono.
Sebelumnya Sri Mulyani mengaku melaporkan kasus Bank Century ke Wapres Jusuf Kalla tanggal 22 November atau sehari sebelum LPS mengeluarkan dana pertama sebesar RP. 2,7 triliun lebih. Tapi menurut JK, Menkeu baru menghadap kepadanya (berhubung Presiden SBY masih berada di AS) tanggal 25 November 2009.
“Jadi, seolah-olah saya tahu pengucuran dana itu. Padahal, saya tidak tahu sama sekali,” papar Wapres dalam sebuah jumpa pers yang dilengkapi dengan kronologi lengkap kasus Bank Century (KOMPAS, 1/9).
Selain itu, JK juga memaparkan bahwa Boediono tidak berani melaporkan pendiri Bank Century Robert Tantular yang jelas-jelas menipu banknya sendiri senilai Rp. 1,4 triliun ke pihak kepolisian.
Karena Bank Indonesia tidak berani berbuat apa-apa dengan alasan tidak ada landasan hukum, akhirnya Jusuf Kalla berinisiatif menginstruksikan kapolri menangkap Robert Tantular.
Langkah JK ini bisa ditanggapi dengan pikiran positif dan negatif.
Bagi yang berpikiran positif, apa yang dilakukan oleh JK adalah langkah yang tepat dalam rangka mendudukkan setiap perkara pada porsi yang sebenar-benarnya. Termasuk soal aspek kriminal dan langkah pemerintah yang dinilai tidak tegas dalam menangani kejahatan berkerah putih yang selalu berulang dari zaman Edi Tansil hingga era Robert Tanular dengan nilai kerugian yang fantastik hingga triliunan rupiah.
Tapi langkah JK ini juga bisa dianggap sebagai upaya penggembosan terhadap pemerintah terpilih. JK dinilai sedang berusaha mencitrakan sosok seorang Boediono sebagai pemimpin yang tidak tegas.
Bila ini berkembang terus tanpa kendali politis dari partai penguasa dan pemenang pemilu, tidak mustahil citra pemerintahan SBY-Boediono langsung merosot bahkan sebelum mereka berdua dilantik Oktober nanti.
Tapi apapun penilaian orang terhadap pernyataan-pernyata an keras JK seputar kasus Bank Century, saya sepakat 1000% dengan ucapkan JK berikut :
“Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank bermasalah tidak dengan bail out karena sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga merugikan negara sampai Rp 600 triliun dalam bentuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayar dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal, seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank Indonesia,” ujarnya.
Menurut sumber LPS menyatakan bahwa semua besaran dana yang disuntikkan ke Bank Century hingga Juli 2009 sebesar Rp 6,76 triliun, adalah berdasar penilaian BI. Padahal, dana suntikan yang diketahui DPR hanya Rp 1,3 triliun, apalagi ternyata dana yang disuntikkan dinilai terlalu besar dengan aset yang dimiliki Bank Century. Aset yang dimiliki Bank Century hanya mencapai Rp 2 triliun.
Dana talangan tersebut didasari kekhawatiran akan dampak lanjutan atas kegagalan Bank Century. Alasan ini juga dikemukakan oleh Sri Mulyani yang bertindak sebagai Ketua Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK).
Suntikan modal sebesar Rp 6,76 triliun dinilai LPS sudah final. Ke depan, kemungkinan besar tidak ada lagi penambahan modal dari LPS untuk Bank Century.
Berdasarkan Undang-Undang LPS, LPS diharuskan menjual semua saham bank yang diselamatkan paling lama tiga tahun dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing satu tahun sehingga keseluruhan menjadi lima tahun. Nilai recovery atau pengembalian dari Bank Century kepada LPS sangat mungkin mencapai Rp. 6,76 triliun, bahkan bisa lebih dari itu.
Hal itu karena sebagian besar modal yang telah disuntikkan bukanlah uang yang hilang begitu saja, melainkan masih dalam bentuk aset berupa cadangan atau aktiva produktif yang telah dihapus buku, yang di kemudian hari bisa dijual.
Saat ini, menurut Firdaus, LPS memiliki cadangan senilai Rp 2,2 triliun dalam bentuk Surat Utang Negara dan Sertifikat Bank Indonesia, yang sangat likuid. Selain itu, LPS juga memiliki sejumlah aktiva produktif yang telah dihapus dari neraca, tetapi memiliki nilai recovery. Aset-aset tersebut berupa surat-surat berharga yang telah jatuh tempo, tetapi belum bisa dicairkan dan aset-aset jaminan dari kredit yang macet.
Belum bisa diketahui berapa besar nilai recovery yang bisa diupayakan dari aset-aset kotor tersebut.
Pertanyaan besarnya ?, kalau saja LPS sudah memprediksikan akan kembali menjual asset Bank Century 3 – 5 tahun ke depan dengan nilai minimal 6,7 trilliun, berdasarkan pengalaman BLBI yang malah sudah ditangani lembaga BPPN alilh-alih semua aset itu bisa dijual malah mengalami penurunan nilai likuiditas.
Siapa yang akan menjamin sejumlah aktiva produktif yang telah dihapus dari neraca dapat memiliki nilai recovery lima tahun kemudian ?. karena wilayah ini tidak lagi dijangkau pengawasan publik.
Aset-aset tersebut berupa surat-surat berharga yang telah jatuh tempo, tetapi belum bisa dicairkan karena aset-aset jaminan dari kredit yang macet, nah…, siapa yang berani menjamin aset-aset kotor ini bisa bernilai recovery juga selama lima tahun ke depan ?. bagaimana cara menyelematkan dana kredit macet ini yang disinyalir hanya kredit fiktif ?.
Alasan penyuntikan dana LPS adalah untuk menghindari kolapsnya beberapa bank terkait menjadi perlu dipertanyakan karena kisruh bank century ini hanya menguntungkan nasabah korporasi di Bank Century yang mencapai 60 persen dari total dana pihak ketiga.
Untuk melindungi segelintir kelompok ini negara atau rakyat harus kembali dirugikan trilliunan rupiah.
Menurut Sri Mulyani Menteri Keuangan plus PLT Menko Perekonomian bersama Boediono yang kala itu menjabat Gubernur BI, demikian pula pendapat pejabat sementara Gubernur BI Darmin Nasution bahwa scenario ini sah sesuai prosedur dan landasan hukum dan perundang-undangan.
Inilah kelemahan hukum positif yang dibuat yang tidak mengacu pada visi pembangunan ekonomi yang lebih mandiri dan berkelanjutan, artinya mengapa perundangan itu perlu dipake kalau dikemudian hari malah merugikan negara dan rakyat sendiri.
Seperti itulah yang terjadi pada kasus BLBI dengan kucuran dana 600 trilliun pada tahun 1998 yang sampai saat ini tidak jelas juntrungannya.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani mengatakan, pihaknya terus menyelidiki aset pemilik lama PT Bank Century Tbk, yang dinyatakan sebagai bank gagal tahun lalu. Kabar terbaru, diduga aset pemilik lama PT Bank Century Tbk tersimpan di Hongkong dalam jumlah besar. “Nilainya, mencapai 1 juta dollar AS,” ujar Firdaus kepada para wartawan dalam jumpa pers, Minggu (30/8) di Jakarta.
Direktur Pengawasan Bank Indonesia Heru Kristyana seusai jumpa pers di kantor BI, Jakarta, Senin (31/8) menjelaskan, hitungan suntikan dana yang diperlukan Century terus membengkak karena dari waktu ke waktu bank sentral menemukan beragam catatan fiktif dalam pembukuan. Di samping itu, sebelum diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), manajemen Bank Century yang lama kurang transparan dalam membeberkan pembukuan. “Sebelumnya kami tidak tahu karena dulu masih ditutupi pegawainya. Setelah manajemen diganti, barulah mereka jauh lebih transparan,” ungkap Heru.
Salah satunya ialah transfer dana sebesar 18 juta dollar AS yang dilakukan Dewi Tantular tanpa seizin pemiliknya, dan Letter of Credit (L/C) fiktif senilai lebih besar dari 100 juta dollar AS. “Ada juga kredit fiktif yang kami temukan,” ujarnya.
Direktur Pengawasan BI Budi Armanto menyebutkan, faktor lain yang membuat suntikan dana talangan melonjak ialah konservatisme penghitungan. Beragam surat berharga milik Bank Century, terutama yang tidak mendapat peringkat lembaga pemeringkat, meski dijamin dengan uang tunai, dinyatakan sebagai kredit macet. “Berarti pencadangan yang disediakan Bank Century bertambah, dan modalnya tergerus,” cetusnya.
Begitu modal tergerus, rasio kecukupan modal Bank Century otomatis berkurang. Akhirnya, bertambahlah dana talangan yang diperlukan untuk mencapai batas minimal 8 persen yang disyaratkan bank sentral.
Artinya dana Bank Century selama ini telah dilarikan keluar negeri oleh para pemiliknya bersama korporasinya di mana salah satu korporasinya dimiliki grup perusahaan PT. Sampeorna. Ibaratnya LPS muncul sebagai pahlawan kesiangan belaka.
Tentu kasus pelarian dana ini akan menguntungkan para pejabat tinggi terkait yang sebelumnya sudah mendapat fulus dan komisi dalam proses penyuntikan dana.
Sekali lagi demikian inilah yang terjadi persis sama dengan kasus BLBI.
Anggota Komisi XI DPR Drajat H Wibowo menilai wajar atas timbulnya kontroversi dan saling lepas tanggung jawab terkait proses penyelematan bank Century. Menurutnya, setiap proses penyelamatan bank pasti menimbulkan kontroversi. “Ini klasik, semua pihak jadi saling lempar” ujarnya ketika dikonfirmasi mengenai pernyataan LPS bahwa besar dana yang disuntikkan ke Century berdasar persetujuan BI, Jakarta, Senin (31/8).
Dia menjelaskan sebenarnya BI hanya melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penilaian atas kondisi likuiditas bank Century. Berdasarkan hasil pemeriksaan inilah, BI menilai Bank Century sebagai Bank gagal dan merekomendasikan untuk diselamatkan.
Namun, semua keputusan untuk penyelamatan Bank Century dan penyerahan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), merupakan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Keputusan Komite Koordinasi (KK) tanggal 21 November 2008. “BI melakukannya berdasar posisi CAR Century saat itu. Tapi bolongnya yang tahu Century dan LPS. Setelah diserahkan ke LPS, dia kan yang tahu bolongnya,” ujarnya.
Dengan demikian patut diduga telah terjadi konspirasi di antara petinggi LPS, BI dan para korporasi Bank Century ?. dan sepertinya otoritas KSSK hanya merestui saja, mungkinkah ada uda udang dibalik batu ?.
Berbicara saat memberikan keterangan pers di kantornya, di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Senin (31/8), Wapres menegaskan, masalah yang lahir di tubuh Bank Century bukan karena krisis, melainkan akibat perampokan yang dilakukan oleh pemiliknya sendiri. Dalam kondisi semacam ini yang diperlukan adalah tindakan dari Bank Indonesia. Namun, kenyataannya tidak. “Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank bermasalah tidak dengan bail out karena sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga merugikan negara sampai Rp 600 triliun dalam bentuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayar dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal, seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank Indonesia,” ujarnya.
Oleh sebab itu, kata Wapres, kasus Bank Century adalah kriminal. “Karena pemilik bank merampok banknya sendiri dan dananya dilarikan ke luar negeri. Padahal, obligasi yang diterbitkannya juga bodong atau tidak ada nilai. Seharusnya ini diawasi dengan baik dan benar oleh BI,” tegasnya lagi.
Statement Wapres Pak Kalla ini juga patut menjadi perhatian, sebagai orang yang lama berkecimpung malang melintang di dunia bisnis sebelum jadi wapres tentu banyak tau di rimba moneter Indonesia. Pernyataan ini tentu karena sikap kenegarawanan yang dimilikinya, karena sejak Pilpres usai beliau kontestan yang sudah mengucapkan selamat atas kemenangan SBY, tentu ini bukan manuver untuk memojokkan SBY.
“Menanggapi laporan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia mengenai kasus Bank Century, yang saya nilai sebagai perampokan, saya sempat meminta kepada Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia saat itu untuk segera melapor ke polisi guna menangkap Robert Tantular dan direksi yang bertanggung jawab dan menyita aset. Ternyata Bank Indonesia tidak berani. Alasannya, tidak ada dasar hukum,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada wartawan di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (31/8). Kalla menggelar jumpa pers khusus menanggapi kasus Bank Century.
Karena ketidakberanian Boediono, lanjut Kalla, dirinya lantas mengambil inisiatif menginstruksikan langsung kepada Kapolri untuk menangkap Robert sebelum yang bersangkutan melarikan diri. “Saya minta kepada Kapolri untuk segera bertindak. Hari itu juga, dalam waktu tiga jam, Robert Tantular akhirnya ditahan polisi. Kasus Bank Century adalah kasus kriminal,” ujarnya.
Pandangan SBY soal Raibnya Dana BLBI Rp 600 Triliun
KORUPSI BLBI. Melihat cara pandang SBY seperti ini, maka mustahil dana BLBI yang jumlahnya mencapai Rp. 600 triliun bisa kembali.
Jika untuk seorang Presiden SBY yang terpilih dua kali saja menganggap kasus BLBI terjadi karena kondisi buruk yang ada, sehingga tidak ada langkah strategis scenario penyelematan dana tersebut, lalu bagaimana Bank Century sendiri dapat diselamatkan ?.
Akhirnya kembali lagi kita harus gigit jari, dana 6,7 trilliun akan raib entah ke mana, assetnya mungkin hanya akan menjadi ibarat sejenis besi tua butut belaka selama 5 tahun ke depan.
Kemudian tahun 2013-2014 semua kembali akan terlupakan, suksesi kepemimpinan nasional jadi perbincangan, korporasi eks bank century kembali jadi donasi seperti kala ini.
Artinya kita memang manusia penuh pelupa, lalu hati kecil kita hanya mampu berucap getir, “selamat tinggal bank century ! dan para korporasinya tertawa puas di luar negeri menikmatinya ?”.
Kesimpulan dari artikel masalah perbankan menurut saya itu kasus bank century tidak akan pernah memiliki titik temu siapa dalang dari semua masalah ini, karena dalang dari semua ini menurut saya adalah para petinggi-petinggi yang ada, jadi sampai kapanpun kasus ini tidak akan pernah selesai menurut saya, sekarang ini saja kasus ini bak sudah tenggelam begitu saja
Tanpa diduga sebelumnya, upaya pemerintah menyelamatkan Bank Century dari kehancuran akibat perampokan sistematis yang dilakukan pemiliknya berkembang cepat dan langsung masuk ke pusat medan politik nan panas.
Sejatinya, pengucuran dana (yang menurut Menkeu Sri Mulyani sebatas menaikkan CAR atau rasio kecukupan modal) sebesar Rp. 6,7 triliun hanya akan berbuntut pada pengusutan hukum di BPK, KPK atau kepolisian jika terindikasi ada oknum yang merekayasa pengucuran dana segar tersebut.
Artinya, dengan asumsi ada orang-orang di pemerintahan dan di manajemen Bank Century yang menikmati keuntungan secara haram dari pengucuran dana, maka kasus ini, seperti biasa, akan kembali menambah daftar panjang koruptor dan penjahat berkerah putih Indonesia.
Tapi ternyata yang merebak belakangan adalah konflik horizontal antara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menkeu Sri Mulyani dan Mantan Gubernur BI Boediono yang terpilih sebagai Wakil Presiden RI periode 2009-2014.
Jusuf Kalla yang merasa dirinya hendak dibenamkan dalam kasus ini langsung bereaksi. Dia segera mengoreksi tanggal audiensi antara dirinya dengan Sri Mulyani dan Boediono.
Sebelumnya Sri Mulyani mengaku melaporkan kasus Bank Century ke Wapres Jusuf Kalla tanggal 22 November atau sehari sebelum LPS mengeluarkan dana pertama sebesar RP. 2,7 triliun lebih. Tapi menurut JK, Menkeu baru menghadap kepadanya (berhubung Presiden SBY masih berada di AS) tanggal 25 November 2009.
“Jadi, seolah-olah saya tahu pengucuran dana itu. Padahal, saya tidak tahu sama sekali,” papar Wapres dalam sebuah jumpa pers yang dilengkapi dengan kronologi lengkap kasus Bank Century (KOMPAS, 1/9).
Selain itu, JK juga memaparkan bahwa Boediono tidak berani melaporkan pendiri Bank Century Robert Tantular yang jelas-jelas menipu banknya sendiri senilai Rp. 1,4 triliun ke pihak kepolisian.
Karena Bank Indonesia tidak berani berbuat apa-apa dengan alasan tidak ada landasan hukum, akhirnya Jusuf Kalla berinisiatif menginstruksikan kapolri menangkap Robert Tantular.
Langkah JK ini bisa ditanggapi dengan pikiran positif dan negatif.
Bagi yang berpikiran positif, apa yang dilakukan oleh JK adalah langkah yang tepat dalam rangka mendudukkan setiap perkara pada porsi yang sebenar-benarnya. Termasuk soal aspek kriminal dan langkah pemerintah yang dinilai tidak tegas dalam menangani kejahatan berkerah putih yang selalu berulang dari zaman Edi Tansil hingga era Robert Tanular dengan nilai kerugian yang fantastik hingga triliunan rupiah.
Tapi langkah JK ini juga bisa dianggap sebagai upaya penggembosan terhadap pemerintah terpilih. JK dinilai sedang berusaha mencitrakan sosok seorang Boediono sebagai pemimpin yang tidak tegas.
Bila ini berkembang terus tanpa kendali politis dari partai penguasa dan pemenang pemilu, tidak mustahil citra pemerintahan SBY-Boediono langsung merosot bahkan sebelum mereka berdua dilantik Oktober nanti.
Tapi apapun penilaian orang terhadap pernyataan-pernyata an keras JK seputar kasus Bank Century, saya sepakat 1000% dengan ucapkan JK berikut :
“Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank bermasalah tidak dengan bail out karena sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga merugikan negara sampai Rp 600 triliun dalam bentuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayar dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal, seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank Indonesia,” ujarnya.
Menurut sumber LPS menyatakan bahwa semua besaran dana yang disuntikkan ke Bank Century hingga Juli 2009 sebesar Rp 6,76 triliun, adalah berdasar penilaian BI. Padahal, dana suntikan yang diketahui DPR hanya Rp 1,3 triliun, apalagi ternyata dana yang disuntikkan dinilai terlalu besar dengan aset yang dimiliki Bank Century. Aset yang dimiliki Bank Century hanya mencapai Rp 2 triliun.
Dana talangan tersebut didasari kekhawatiran akan dampak lanjutan atas kegagalan Bank Century. Alasan ini juga dikemukakan oleh Sri Mulyani yang bertindak sebagai Ketua Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK).
Suntikan modal sebesar Rp 6,76 triliun dinilai LPS sudah final. Ke depan, kemungkinan besar tidak ada lagi penambahan modal dari LPS untuk Bank Century.
Berdasarkan Undang-Undang LPS, LPS diharuskan menjual semua saham bank yang diselamatkan paling lama tiga tahun dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing satu tahun sehingga keseluruhan menjadi lima tahun. Nilai recovery atau pengembalian dari Bank Century kepada LPS sangat mungkin mencapai Rp. 6,76 triliun, bahkan bisa lebih dari itu.
Hal itu karena sebagian besar modal yang telah disuntikkan bukanlah uang yang hilang begitu saja, melainkan masih dalam bentuk aset berupa cadangan atau aktiva produktif yang telah dihapus buku, yang di kemudian hari bisa dijual.
Saat ini, menurut Firdaus, LPS memiliki cadangan senilai Rp 2,2 triliun dalam bentuk Surat Utang Negara dan Sertifikat Bank Indonesia, yang sangat likuid. Selain itu, LPS juga memiliki sejumlah aktiva produktif yang telah dihapus dari neraca, tetapi memiliki nilai recovery. Aset-aset tersebut berupa surat-surat berharga yang telah jatuh tempo, tetapi belum bisa dicairkan dan aset-aset jaminan dari kredit yang macet.
Belum bisa diketahui berapa besar nilai recovery yang bisa diupayakan dari aset-aset kotor tersebut.
Pertanyaan besarnya ?, kalau saja LPS sudah memprediksikan akan kembali menjual asset Bank Century 3 – 5 tahun ke depan dengan nilai minimal 6,7 trilliun, berdasarkan pengalaman BLBI yang malah sudah ditangani lembaga BPPN alilh-alih semua aset itu bisa dijual malah mengalami penurunan nilai likuiditas.
Siapa yang akan menjamin sejumlah aktiva produktif yang telah dihapus dari neraca dapat memiliki nilai recovery lima tahun kemudian ?. karena wilayah ini tidak lagi dijangkau pengawasan publik.
Aset-aset tersebut berupa surat-surat berharga yang telah jatuh tempo, tetapi belum bisa dicairkan karena aset-aset jaminan dari kredit yang macet, nah…, siapa yang berani menjamin aset-aset kotor ini bisa bernilai recovery juga selama lima tahun ke depan ?. bagaimana cara menyelematkan dana kredit macet ini yang disinyalir hanya kredit fiktif ?.
Alasan penyuntikan dana LPS adalah untuk menghindari kolapsnya beberapa bank terkait menjadi perlu dipertanyakan karena kisruh bank century ini hanya menguntungkan nasabah korporasi di Bank Century yang mencapai 60 persen dari total dana pihak ketiga.
Untuk melindungi segelintir kelompok ini negara atau rakyat harus kembali dirugikan trilliunan rupiah.
Menurut Sri Mulyani Menteri Keuangan plus PLT Menko Perekonomian bersama Boediono yang kala itu menjabat Gubernur BI, demikian pula pendapat pejabat sementara Gubernur BI Darmin Nasution bahwa scenario ini sah sesuai prosedur dan landasan hukum dan perundang-undangan.
Inilah kelemahan hukum positif yang dibuat yang tidak mengacu pada visi pembangunan ekonomi yang lebih mandiri dan berkelanjutan, artinya mengapa perundangan itu perlu dipake kalau dikemudian hari malah merugikan negara dan rakyat sendiri.
Seperti itulah yang terjadi pada kasus BLBI dengan kucuran dana 600 trilliun pada tahun 1998 yang sampai saat ini tidak jelas juntrungannya.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani mengatakan, pihaknya terus menyelidiki aset pemilik lama PT Bank Century Tbk, yang dinyatakan sebagai bank gagal tahun lalu. Kabar terbaru, diduga aset pemilik lama PT Bank Century Tbk tersimpan di Hongkong dalam jumlah besar. “Nilainya, mencapai 1 juta dollar AS,” ujar Firdaus kepada para wartawan dalam jumpa pers, Minggu (30/8) di Jakarta.
Direktur Pengawasan Bank Indonesia Heru Kristyana seusai jumpa pers di kantor BI, Jakarta, Senin (31/8) menjelaskan, hitungan suntikan dana yang diperlukan Century terus membengkak karena dari waktu ke waktu bank sentral menemukan beragam catatan fiktif dalam pembukuan. Di samping itu, sebelum diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), manajemen Bank Century yang lama kurang transparan dalam membeberkan pembukuan. “Sebelumnya kami tidak tahu karena dulu masih ditutupi pegawainya. Setelah manajemen diganti, barulah mereka jauh lebih transparan,” ungkap Heru.
Salah satunya ialah transfer dana sebesar 18 juta dollar AS yang dilakukan Dewi Tantular tanpa seizin pemiliknya, dan Letter of Credit (L/C) fiktif senilai lebih besar dari 100 juta dollar AS. “Ada juga kredit fiktif yang kami temukan,” ujarnya.
Direktur Pengawasan BI Budi Armanto menyebutkan, faktor lain yang membuat suntikan dana talangan melonjak ialah konservatisme penghitungan. Beragam surat berharga milik Bank Century, terutama yang tidak mendapat peringkat lembaga pemeringkat, meski dijamin dengan uang tunai, dinyatakan sebagai kredit macet. “Berarti pencadangan yang disediakan Bank Century bertambah, dan modalnya tergerus,” cetusnya.
Begitu modal tergerus, rasio kecukupan modal Bank Century otomatis berkurang. Akhirnya, bertambahlah dana talangan yang diperlukan untuk mencapai batas minimal 8 persen yang disyaratkan bank sentral.
Artinya dana Bank Century selama ini telah dilarikan keluar negeri oleh para pemiliknya bersama korporasinya di mana salah satu korporasinya dimiliki grup perusahaan PT. Sampeorna. Ibaratnya LPS muncul sebagai pahlawan kesiangan belaka.
Tentu kasus pelarian dana ini akan menguntungkan para pejabat tinggi terkait yang sebelumnya sudah mendapat fulus dan komisi dalam proses penyuntikan dana.
Sekali lagi demikian inilah yang terjadi persis sama dengan kasus BLBI.
Anggota Komisi XI DPR Drajat H Wibowo menilai wajar atas timbulnya kontroversi dan saling lepas tanggung jawab terkait proses penyelematan bank Century. Menurutnya, setiap proses penyelamatan bank pasti menimbulkan kontroversi. “Ini klasik, semua pihak jadi saling lempar” ujarnya ketika dikonfirmasi mengenai pernyataan LPS bahwa besar dana yang disuntikkan ke Century berdasar persetujuan BI, Jakarta, Senin (31/8).
Dia menjelaskan sebenarnya BI hanya melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penilaian atas kondisi likuiditas bank Century. Berdasarkan hasil pemeriksaan inilah, BI menilai Bank Century sebagai Bank gagal dan merekomendasikan untuk diselamatkan.
Namun, semua keputusan untuk penyelamatan Bank Century dan penyerahan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), merupakan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Keputusan Komite Koordinasi (KK) tanggal 21 November 2008. “BI melakukannya berdasar posisi CAR Century saat itu. Tapi bolongnya yang tahu Century dan LPS. Setelah diserahkan ke LPS, dia kan yang tahu bolongnya,” ujarnya.
Dengan demikian patut diduga telah terjadi konspirasi di antara petinggi LPS, BI dan para korporasi Bank Century ?. dan sepertinya otoritas KSSK hanya merestui saja, mungkinkah ada uda udang dibalik batu ?.
Berbicara saat memberikan keterangan pers di kantornya, di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Senin (31/8), Wapres menegaskan, masalah yang lahir di tubuh Bank Century bukan karena krisis, melainkan akibat perampokan yang dilakukan oleh pemiliknya sendiri. Dalam kondisi semacam ini yang diperlukan adalah tindakan dari Bank Indonesia. Namun, kenyataannya tidak. “Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank bermasalah tidak dengan bail out karena sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga merugikan negara sampai Rp 600 triliun dalam bentuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayar dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal, seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank Indonesia,” ujarnya.
Oleh sebab itu, kata Wapres, kasus Bank Century adalah kriminal. “Karena pemilik bank merampok banknya sendiri dan dananya dilarikan ke luar negeri. Padahal, obligasi yang diterbitkannya juga bodong atau tidak ada nilai. Seharusnya ini diawasi dengan baik dan benar oleh BI,” tegasnya lagi.
Statement Wapres Pak Kalla ini juga patut menjadi perhatian, sebagai orang yang lama berkecimpung malang melintang di dunia bisnis sebelum jadi wapres tentu banyak tau di rimba moneter Indonesia. Pernyataan ini tentu karena sikap kenegarawanan yang dimilikinya, karena sejak Pilpres usai beliau kontestan yang sudah mengucapkan selamat atas kemenangan SBY, tentu ini bukan manuver untuk memojokkan SBY.
“Menanggapi laporan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia mengenai kasus Bank Century, yang saya nilai sebagai perampokan, saya sempat meminta kepada Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia saat itu untuk segera melapor ke polisi guna menangkap Robert Tantular dan direksi yang bertanggung jawab dan menyita aset. Ternyata Bank Indonesia tidak berani. Alasannya, tidak ada dasar hukum,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada wartawan di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (31/8). Kalla menggelar jumpa pers khusus menanggapi kasus Bank Century.
Karena ketidakberanian Boediono, lanjut Kalla, dirinya lantas mengambil inisiatif menginstruksikan langsung kepada Kapolri untuk menangkap Robert sebelum yang bersangkutan melarikan diri. “Saya minta kepada Kapolri untuk segera bertindak. Hari itu juga, dalam waktu tiga jam, Robert Tantular akhirnya ditahan polisi. Kasus Bank Century adalah kasus kriminal,” ujarnya.
Pandangan SBY soal Raibnya Dana BLBI Rp 600 Triliun
KORUPSI BLBI. Melihat cara pandang SBY seperti ini, maka mustahil dana BLBI yang jumlahnya mencapai Rp. 600 triliun bisa kembali.
Jika untuk seorang Presiden SBY yang terpilih dua kali saja menganggap kasus BLBI terjadi karena kondisi buruk yang ada, sehingga tidak ada langkah strategis scenario penyelematan dana tersebut, lalu bagaimana Bank Century sendiri dapat diselamatkan ?.
Akhirnya kembali lagi kita harus gigit jari, dana 6,7 trilliun akan raib entah ke mana, assetnya mungkin hanya akan menjadi ibarat sejenis besi tua butut belaka selama 5 tahun ke depan.
Kemudian tahun 2013-2014 semua kembali akan terlupakan, suksesi kepemimpinan nasional jadi perbincangan, korporasi eks bank century kembali jadi donasi seperti kala ini.
Artinya kita memang manusia penuh pelupa, lalu hati kecil kita hanya mampu berucap getir, “selamat tinggal bank century ! dan para korporasinya tertawa puas di luar negeri menikmatinya ?”.
Kesimpulan dari artikel masalah perbankan menurut saya itu kasus bank century tidak akan pernah memiliki titik temu siapa dalang dari semua masalah ini, karena dalang dari semua ini menurut saya adalah para petinggi-petinggi yang ada, jadi sampai kapanpun kasus ini tidak akan pernah selesai menurut saya, sekarang ini saja kasus ini bak sudah tenggelam begitu saja
Rabu, 20 April 2011
Tingkat Kesehatan Bank
Nama Kelompok:
1. Azwar Muamar
2. Budi Lukmanul Hakim
3. David
4. Muhammad Aris
5. Nopian Permana
6. Yazer Harliansyah
7. Wika Yolanda
8. Widi Septian
9. Widya Agus
10. Zulkifli
Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan penerapan risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko pasar. Dengan demikian faktor-faktor yang diperhitungkan dalam system baru ini nantinya adalah CAMEL. Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan mengalami kesulitan.
Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi karena terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.
Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan factor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan sebagai berikut :
Tabel Bobot CAMEL
Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian bank umum dan BPR.
Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Berikut ini penjelasan metode CAMEL :
1. Capital (Permodalan)
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
2) komposisi permodalan;
3) trend ke depan/proyeksi KPMM;
4) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank;
5) kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan);
6) rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha;
7) akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2. Assets Quality (Kualitas Aset)
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:
1)Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap Aktiva
Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
• Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
• Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk rasio 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;
2)debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;
3)perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;
4)tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
5)kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;
6)sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;
7)dokumentasi aktiva produktif dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3. Management (Manajemen)
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)manajemen umum;
2)penerapan sistem manajemen risiko; dan
3)kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. Earning (Rentabilitas)
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
1)Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1). Rumusnya adalah
Penilaian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.
2)Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2). Rumusnya adalah:
Penilaian earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1)Return on Assets (ROA);
2)Return on Equity (ROE);
3)Net Interest Margin (NIM);
4)Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO);
5)Perkembangan laba operasional;
6)Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan;
7)Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya dan Prospek laba operasional.
5. Liquidity (Likuiditas)
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua maca rasio, yaitu :
1)Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;
2)1-month maturity mismatch ratio;
3)Loan to Deposit Ratio (LDR);
4)proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;
5)ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;
6)kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);
7)kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya dan stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
6. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
2)Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
3)Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
Tata Cara Penilaian Terhadap Tingkat Kesehatan Bank Umum & Asing
A. Bank Umum
1. Formula dan indikator pendukung dalam rangka penilaian setiap komponen sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II berpedoman kepada Matriks Perhitungan/Analisis Komponen setiap factor sebagaimana diuraikan pada Lampiran 1a, Lampiran 1b, Lampiran 1c, Lampiran 1d, Lampiran 1e, dan Lampiran 1f Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Berdasarkan formula dan indikator pendukung setiap komponen sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan proses analisis untuk menetapkan peringkat setiap komponen dengan berpedoman kepada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komponen sebagaimana diuraikan pada Lampiran 2a, Lampiran 2b, Lampiran 2c, Lampiran 2d, Lampiran 2e, dan Lampiran 2f Surat Edaran Bank Indonesia ini. Dalam proses ini juga dilakukan analisis terhadap berbagai indicator pendukung dan atau pembanding yang relevan.
3. Selanjutnya dilakukan proses analisis untuk menetapkan peringkat setiap faktor penilaian dengan berpedoman kepada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Faktor sebagaimana diuraikan pada Lampiran 3a, Lampiran 3b, Lampiran 3c, Lampiran 3d, Lampiran 3e, dan Lampiran 3f Surat Edaran Bank Indonesia ini. Proses penetapan peringkat setiap faktor penilaian dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen.
4. Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 3, dilakukan proses analisis untuk menetapkan peringkat komposit Bank dengan berpedoman kepada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komposit sebagaimana diuraikan pada Lampiran 4a Surat Edaran Bank Indonesia ini. Proses penetapan peringkat komposit Bank dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap faktor.
5. Untuk memproses penetapan peringkat sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 4, Bank menggunakan kertas kerja sebagaimana diuraikan pada Lampiran 5a, Lampiran 5b, Lampiran 5c, Lampiran 5d, Lampiran 5e, dan Lampiran 5f Surat Edaran Bank Indonesia ini.
6. Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September dan Desember. Apabila diperlukan Bank Indonesia meminta hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank tersebut secara berkala atau sewaktu-waktu untuk posisi penilaian tersebut terutama untuk menguji ketepatan dan kecukupan hasil analisis Bank. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dimaksud diselesaikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah posisi penilaian atau dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh pengawas Bank terkait. Laporan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank tersebut berpedoman kepada format laporan sebagaimana diuraikan pada Lampiran 6 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Bank Asing
1. Sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, penilaian Tingkat Kesehatan kantor cabang bank asing didasarkan pada faktor kualitas aset dan faktor manajemen (Risk Management, Operational Control, Compliance, Asset Quality /ROCA), sehingga proses penetapan peringkat setiap komponen dan faktor berpedoman kepada Lampiran 1b, Lampiran 1c, Lampiran 2b, Lampiran 2c, Lampiran 3b, dan Lampiran 3c Surat Edaran Bank Indonesia ini. Proses penetapan peringkat setiap faktor penilaian dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement sebagaimana dimaksud pada angka romawi III.3.
2. Proses penetapan peringkat komposit kantor cabang bank asing, dilaksanakan dengan berpedoman kepada Pasal 13 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum atau Lampiran 4b Surat Edaran Bank Indonesia ini setelah mempertimbangkan judgement
sebagaimana dimaksud dalam angka romawi III.4.
3. Untuk memproses penetapan peringkat sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, kantor cabang bank asing menggunakan kertas kerja sebagaimana diuraikan pada Lampiran 5b dan Lampiran 5c Surat Edaran Bank Indonesia ini.
1. Azwar Muamar
2. Budi Lukmanul Hakim
3. David
4. Muhammad Aris
5. Nopian Permana
6. Yazer Harliansyah
7. Wika Yolanda
8. Widi Septian
9. Widya Agus
10. Zulkifli
Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan penerapan risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko pasar. Dengan demikian faktor-faktor yang diperhitungkan dalam system baru ini nantinya adalah CAMEL. Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan mengalami kesulitan.
Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi karena terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.
Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan factor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan sebagai berikut :
Tabel Bobot CAMEL
Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian bank umum dan BPR.
Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Berikut ini penjelasan metode CAMEL :
1. Capital (Permodalan)
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
2) komposisi permodalan;
3) trend ke depan/proyeksi KPMM;
4) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank;
5) kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan);
6) rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha;
7) akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2. Assets Quality (Kualitas Aset)
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:
1)Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap Aktiva
Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
• Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
• Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk rasio 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;
2)debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;
3)perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;
4)tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
5)kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;
6)sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;
7)dokumentasi aktiva produktif dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3. Management (Manajemen)
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)manajemen umum;
2)penerapan sistem manajemen risiko; dan
3)kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. Earning (Rentabilitas)
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
1)Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1). Rumusnya adalah
Penilaian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.
2)Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2). Rumusnya adalah:
Penilaian earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1)Return on Assets (ROA);
2)Return on Equity (ROE);
3)Net Interest Margin (NIM);
4)Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO);
5)Perkembangan laba operasional;
6)Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan;
7)Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya dan Prospek laba operasional.
5. Liquidity (Likuiditas)
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua maca rasio, yaitu :
1)Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;
2)1-month maturity mismatch ratio;
3)Loan to Deposit Ratio (LDR);
4)proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;
5)ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;
6)kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);
7)kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya dan stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
6. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
2)Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
3)Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
Tata Cara Penilaian Terhadap Tingkat Kesehatan Bank Umum & Asing
A. Bank Umum
1. Formula dan indikator pendukung dalam rangka penilaian setiap komponen sebagaimana dimaksud dalam angka romawi II berpedoman kepada Matriks Perhitungan/Analisis Komponen setiap factor sebagaimana diuraikan pada Lampiran 1a, Lampiran 1b, Lampiran 1c, Lampiran 1d, Lampiran 1e, dan Lampiran 1f Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Berdasarkan formula dan indikator pendukung setiap komponen sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan proses analisis untuk menetapkan peringkat setiap komponen dengan berpedoman kepada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komponen sebagaimana diuraikan pada Lampiran 2a, Lampiran 2b, Lampiran 2c, Lampiran 2d, Lampiran 2e, dan Lampiran 2f Surat Edaran Bank Indonesia ini. Dalam proses ini juga dilakukan analisis terhadap berbagai indicator pendukung dan atau pembanding yang relevan.
3. Selanjutnya dilakukan proses analisis untuk menetapkan peringkat setiap faktor penilaian dengan berpedoman kepada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Faktor sebagaimana diuraikan pada Lampiran 3a, Lampiran 3b, Lampiran 3c, Lampiran 3d, Lampiran 3e, dan Lampiran 3f Surat Edaran Bank Indonesia ini. Proses penetapan peringkat setiap faktor penilaian dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen.
4. Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 3, dilakukan proses analisis untuk menetapkan peringkat komposit Bank dengan berpedoman kepada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komposit sebagaimana diuraikan pada Lampiran 4a Surat Edaran Bank Indonesia ini. Proses penetapan peringkat komposit Bank dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap faktor.
5. Untuk memproses penetapan peringkat sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 4, Bank menggunakan kertas kerja sebagaimana diuraikan pada Lampiran 5a, Lampiran 5b, Lampiran 5c, Lampiran 5d, Lampiran 5e, dan Lampiran 5f Surat Edaran Bank Indonesia ini.
6. Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September dan Desember. Apabila diperlukan Bank Indonesia meminta hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank tersebut secara berkala atau sewaktu-waktu untuk posisi penilaian tersebut terutama untuk menguji ketepatan dan kecukupan hasil analisis Bank. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dimaksud diselesaikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah posisi penilaian atau dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh pengawas Bank terkait. Laporan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank tersebut berpedoman kepada format laporan sebagaimana diuraikan pada Lampiran 6 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Bank Asing
1. Sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, penilaian Tingkat Kesehatan kantor cabang bank asing didasarkan pada faktor kualitas aset dan faktor manajemen (Risk Management, Operational Control, Compliance, Asset Quality /ROCA), sehingga proses penetapan peringkat setiap komponen dan faktor berpedoman kepada Lampiran 1b, Lampiran 1c, Lampiran 2b, Lampiran 2c, Lampiran 3b, dan Lampiran 3c Surat Edaran Bank Indonesia ini. Proses penetapan peringkat setiap faktor penilaian dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement sebagaimana dimaksud pada angka romawi III.3.
2. Proses penetapan peringkat komposit kantor cabang bank asing, dilaksanakan dengan berpedoman kepada Pasal 13 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum atau Lampiran 4b Surat Edaran Bank Indonesia ini setelah mempertimbangkan judgement
sebagaimana dimaksud dalam angka romawi III.4.
3. Untuk memproses penetapan peringkat sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, kantor cabang bank asing menggunakan kertas kerja sebagaimana diuraikan pada Lampiran 5b dan Lampiran 5c Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Selasa, 19 April 2011
Jasa-jasa Perbankan
Jasa-jasa yang diberikan Perbankan menurut Wikipedia antara lain adalah sebagai berikut:
1. Jasa setoran seperti setoran listrik, telepon, air, atau uang kuliah
2. Jasa pembayaran seperti pembayaran gaji, pensiun, atau hadiah
3. Jasa pengiriman uang ( transfer )
4. Jasa penagihan ( inkaso )
5. Kliring
6. Penjualan mata uang asing
7. Penyimpanan dokumen
8. Jasa cek wisata
9. Kartu kredit
10. Jasa – jasa yang ada di pasar modal seperti pinjaman emisi dan pedagang efek.
11. Jasa Letter of Credit ( L/C)
12. Bank garansi dan referensi bank
13. Jasa bank lainnya.
Sedangkan menurut saya sebagai seorang mahasiswa jasa-jasa yang diberikan oleh Bank yang paling utama selain untuk tempat menabung juga untuk pembayaran uang kuliah, karena kampus saya sudah bekerja sama oleh salah satu bank dalam melakukan pembayaran biaya kuliah, selain itu jasa bank yang saya rasakan adalah Jasa pengiriman uang (transfer) karena bank saya sudah termasuk dalam salah satu bank “ATM bersama” itu memudahkan saya dalam melakukan pengiriman uang ke teman atau rekan bisnis yang memiliki tabungan lain, atm bersama ini juga sering saya gunakan untuk Penarikan uang tunai jika apabila disuatu tempat saya sedang membutuhkan uang tetapi ATM bank saya gunakan tidak ada jadi saya bisa mengambil di ATM bank lain yang juga termasuk salah satu bank ATM Bersama, jasa bank lainnya yang saya pernah rasakan adalah jasa pembayaran uang listrik dan telepon.
Jasa–jasa ini diberikan untuk mendukung kelancaran menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang berhubungan langsung dengan kegiatan simpanan dan kredit maupun tidak langsung.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Bank
1. Jasa setoran seperti setoran listrik, telepon, air, atau uang kuliah
2. Jasa pembayaran seperti pembayaran gaji, pensiun, atau hadiah
3. Jasa pengiriman uang ( transfer )
4. Jasa penagihan ( inkaso )
5. Kliring
6. Penjualan mata uang asing
7. Penyimpanan dokumen
8. Jasa cek wisata
9. Kartu kredit
10. Jasa – jasa yang ada di pasar modal seperti pinjaman emisi dan pedagang efek.
11. Jasa Letter of Credit ( L/C)
12. Bank garansi dan referensi bank
13. Jasa bank lainnya.
Sedangkan menurut saya sebagai seorang mahasiswa jasa-jasa yang diberikan oleh Bank yang paling utama selain untuk tempat menabung juga untuk pembayaran uang kuliah, karena kampus saya sudah bekerja sama oleh salah satu bank dalam melakukan pembayaran biaya kuliah, selain itu jasa bank yang saya rasakan adalah Jasa pengiriman uang (transfer) karena bank saya sudah termasuk dalam salah satu bank “ATM bersama” itu memudahkan saya dalam melakukan pengiriman uang ke teman atau rekan bisnis yang memiliki tabungan lain, atm bersama ini juga sering saya gunakan untuk Penarikan uang tunai jika apabila disuatu tempat saya sedang membutuhkan uang tetapi ATM bank saya gunakan tidak ada jadi saya bisa mengambil di ATM bank lain yang juga termasuk salah satu bank ATM Bersama, jasa bank lainnya yang saya pernah rasakan adalah jasa pembayaran uang listrik dan telepon.
Jasa–jasa ini diberikan untuk mendukung kelancaran menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang berhubungan langsung dengan kegiatan simpanan dan kredit maupun tidak langsung.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Bank
Kamis, 17 Maret 2011
perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank merupakan salah satu urat nadi perekonomian sebuah negara, tanpa Bank, bisa kita bayangkan bagaimana kita sulitnya menyimpan dan mengirimkan uang, memperoleh tambahan modal usaha atau melakukan transaksi perdagangan Internasional secara efektif dan aman. Saat ini banyak orang memperbincangkan tentang perbankan syariah, yang merupakan salah satu perangkat ekonomi syariah. Sebenarnya apa definisi dari Bank syariah itu? Bagaimana cara kerja Bank Syariah? Dan apa bedanya Bank Syariah dengan Bank Umum yang banyak berkembang di masyarakat saat ini atau yang sering disebut juga dengan Bank Konvensional? Disini akan dibahas sekilas satu per satu tentang perbankan syariah.
Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak”. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem perbankan syariah ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Di Indonesia perbankan syariah dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan hingga tahun 2007 sudah terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank, diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. Keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah di atur dalam UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sementara itu, Bank Konvensional adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional.
Pertama – tama akan kita bahas tentang persamaan dari kedua bank tersebut, yakni ada persamaan dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua kegiatan yang dijalankan pada Bank Syariah itu sama persis dengan yang dijalankan pada Bank Konvensional, dan nyaris tidak ada bedanya.
Selanjutnya, mengenai perbedaannya, antara lain meliputi aspek akad dan legalitas, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Yang pertama tentang akad dan legalitas, yang merupakan kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan itu bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya. Perbedaannya untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa – menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah ini, justru menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil.
Perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya. Semenjak tahun 1997, seiring dengan pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi menjaga agar para DPS di setiap bank benar-benar tetap konsisten pada garis-garis syariah, maka MUI membentuk sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus pada ekonomi syariah dengan membentuk Dewan Syariah Nasional.
Penanganan resiko usaha, Bank Syariah menghadapi resiko yang terjadi secara bersama antara bank dan nasabah. Dalam sistem Bank Syariah, tidak mengenal negative spread (selisih negatif). Sedangkan pada Bank Konvensional, resiko yang dialami bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur dan sebaliknya. Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi negative spread (selisih negatif) dalam sistem Bank Konvensional.
Kemudian perbedaan lainnya adalah pada lingkungan kerja Bank Syariah. Sekali-sekali cobalah kunjungi Bank Syariah, pasti ketika kita memasuki kantor bank tersebut ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para karyawannya. Nuansa yang dirasakan memang berbeda, lebih sejuk dan lebih islami.
Perbedaan utama yang paling mencolok antara Bank Syariah dan Bank Konvensional yakni pembagian keuntungan. Bank Konvensional sepenuhnya menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tak ikut merasakan untung rugi usaha tersebut.
Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.
Dari perbandingan itu terlihat bahwa dengan sistem riba pada Bank Konvensional penabung akan menerima bunga sebesar ketentuan bank. Namun pembagian bunga tak terkait dengan pendapatan bank itu sendiri. Sehingga berapapun pendapatan bank, nasabah hanya mendapatkan keuntungan sebesar bunga yang dijanjikan saja. Sekilas perbedaan itu memperlihatkan di Bank Syariah nasabah mendapatkan keuntungan bagi hasil yang jumlahnya tergantung pendapatan bank. Jika pendapatan Bank Syariah naik maka makin besar pula jumlah bagi hasil yang didapat nasabah. Ketentuan ini juga berlaku jika bank mendapatkan keuntungan sedikit.
sumber : http://shellyhuzaynah.wordpress.com/2009/04/02/artikel-ekonomi-perbankan-syariah/
Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak”. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem perbankan syariah ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Di Indonesia perbankan syariah dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan hingga tahun 2007 sudah terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank, diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. Keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah di atur dalam UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sementara itu, Bank Konvensional adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional.
Pertama – tama akan kita bahas tentang persamaan dari kedua bank tersebut, yakni ada persamaan dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua kegiatan yang dijalankan pada Bank Syariah itu sama persis dengan yang dijalankan pada Bank Konvensional, dan nyaris tidak ada bedanya.
Selanjutnya, mengenai perbedaannya, antara lain meliputi aspek akad dan legalitas, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Yang pertama tentang akad dan legalitas, yang merupakan kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan itu bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya. Perbedaannya untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa – menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah ini, justru menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil.
Perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya. Semenjak tahun 1997, seiring dengan pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi menjaga agar para DPS di setiap bank benar-benar tetap konsisten pada garis-garis syariah, maka MUI membentuk sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus pada ekonomi syariah dengan membentuk Dewan Syariah Nasional.
Penanganan resiko usaha, Bank Syariah menghadapi resiko yang terjadi secara bersama antara bank dan nasabah. Dalam sistem Bank Syariah, tidak mengenal negative spread (selisih negatif). Sedangkan pada Bank Konvensional, resiko yang dialami bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur dan sebaliknya. Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi negative spread (selisih negatif) dalam sistem Bank Konvensional.
Kemudian perbedaan lainnya adalah pada lingkungan kerja Bank Syariah. Sekali-sekali cobalah kunjungi Bank Syariah, pasti ketika kita memasuki kantor bank tersebut ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para karyawannya. Nuansa yang dirasakan memang berbeda, lebih sejuk dan lebih islami.
Perbedaan utama yang paling mencolok antara Bank Syariah dan Bank Konvensional yakni pembagian keuntungan. Bank Konvensional sepenuhnya menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tak ikut merasakan untung rugi usaha tersebut.
Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.
Dari perbandingan itu terlihat bahwa dengan sistem riba pada Bank Konvensional penabung akan menerima bunga sebesar ketentuan bank. Namun pembagian bunga tak terkait dengan pendapatan bank itu sendiri. Sehingga berapapun pendapatan bank, nasabah hanya mendapatkan keuntungan sebesar bunga yang dijanjikan saja. Sekilas perbedaan itu memperlihatkan di Bank Syariah nasabah mendapatkan keuntungan bagi hasil yang jumlahnya tergantung pendapatan bank. Jika pendapatan Bank Syariah naik maka makin besar pula jumlah bagi hasil yang didapat nasabah. Ketentuan ini juga berlaku jika bank mendapatkan keuntungan sedikit.
sumber : http://shellyhuzaynah.wordpress.com/2009/04/02/artikel-ekonomi-perbankan-syariah/
BMPK
Batas Minimun Pemberian Kredit
Berdasarkan paket kebijakan perbankan tanggal 15 April 2008 mengatur batas-batas kredit yang diberikan kepada para debitur dari suatu bank, yaitu:
1. Debitur terkait dengan bank memperoleh kredit dengan batasan 10 %/debitur
2. Debitur yang tidak terkait dengan bank memperoleh kredit dengan batasan 20 %/debitur
3. Kelompok debitur yang tidak terkait dengan bank memperoleh kredit dengan batasan sekitar 25 %
4. Perusahaan yang dimiliki publik memperoleh kredit dengan batasan sampai 30 %
Kredit sebesar 30% tersebut hanya diberikan untuk kegiatan usaha tertentu yang dapat mendukung perkembangan pasar modal dan membantu pembangunan yang dibiayai oleh APBN dan APBD.
Ada beberapa persyaratan untuk pemberian kredit 30 % bagi perusahaan publik yang dapat dilihat di peraturan Bank Indonesia
Sumber : http://ditablue90.wordpress.com/2009/03/30/bmpk/
Berdasarkan paket kebijakan perbankan tanggal 15 April 2008 mengatur batas-batas kredit yang diberikan kepada para debitur dari suatu bank, yaitu:
1. Debitur terkait dengan bank memperoleh kredit dengan batasan 10 %/debitur
2. Debitur yang tidak terkait dengan bank memperoleh kredit dengan batasan 20 %/debitur
3. Kelompok debitur yang tidak terkait dengan bank memperoleh kredit dengan batasan sekitar 25 %
4. Perusahaan yang dimiliki publik memperoleh kredit dengan batasan sampai 30 %
Kredit sebesar 30% tersebut hanya diberikan untuk kegiatan usaha tertentu yang dapat mendukung perkembangan pasar modal dan membantu pembangunan yang dibiayai oleh APBN dan APBD.
Ada beberapa persyaratan untuk pemberian kredit 30 % bagi perusahaan publik yang dapat dilihat di peraturan Bank Indonesia
Sumber : http://ditablue90.wordpress.com/2009/03/30/bmpk/
Bank dan Lembaga Keuangan Mengetahui Tentang Bank
Ternyata mengetahui seluk-beluk tetang bank itu adalah satu hal yang sangat mengasyik. Pada Senin, 02/02/2009 bertemuan dengan seorang dosen yang mengajarkan mata kuliah “ Bank dan Lembaga Keuangan”. Pada pertemuan kami diajarkan tentang, apa sebenarnya yang dimaksud bank? Dan juga Apa tujuan dan fungsi bank itu sendiri?
Sekilas menjelas yang dimaksud dengan bank bahasa Italinya adalah “Banco” yang berarti bangku. Tapi menurut UU no. 10 tahun 1998 bank itu adalah badan usah yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk- benuk dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Dan didalam pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa bank memiliki analogi ibarat tangan kanan dan tangan kiri. Tangan kanan bekerja sebagai source of fund, dan tangan kirinya mencari keuntungan. Dan tangan kanan berperan sebagai penghimpun dana yaitu dengan 3 kompenen yaitu:
1. Tabungan adalah sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjaga-jaga dalam jangka pendek. Faktor-faktor tingkat Tabungan
1) Tinggi rendahnya pendapatan masyarakat
2) Tinggi rendahnya suku bunga bank
3) adanya tingkat kepercayaan terhadap bank
2. Giro adalah suatu istilah perbankan untuk suatu cara pembayaran yang hampir merupakan kebalikan dari sistem cek. Suatu cek diberikan kepada pihak penerima pembayaran (payee) yang menyimpannya di bank mereka, sedangkan giro diberikan oleh pihak pembayar (payer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer dana kepada bank pihak penerima, langsung ke akun mereka. Perbedaan tersebut termasuk jenis perbedaan sistem ‘dorong dan tarik’ (push and pull). Yang dimaksud dari tarik adalah suatu cek, sedangkan dorong adalah pembayar yang memerintah bank untuk mengirim dana kepada ke penerima.
3. Deposito adalah sejenis jasa tabungan yang biasa ditawarkan oleh bank kepada masyarakat. Deposito biasanya memiliki jangka waktu tertentu di mana uang di dalamnya tidak boleh ditarik nasabah. Bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada bunga tabungan biasa.
Dengan dana yang terkumpul, bank harus memanfaatkan kas yang menganggur tersebut. Melalui tangan kiri bank melakukan pinjaman secara kredit kepada masyarakat dan juga melakukan hal yang lainnya. Maka uang aknan berputar secara baik tanpa adanya kecurangan terhadap tangan yang tidak bertanggung jawab.
Perbankan juga berhubungan erat dengan 2 kebijakan yaitu : Kebijakan fiscal dan Kebijakan moneter.
Disamping tangan kiri dan tangan kanan bank juga memiliki fungsi. Dan fungsi tersebut meliputi :
1. Lembaga keuangan ; badan usaha yang dalam bentuk asset keuangan (financial asset).
2. Pencipta uang ; mencipta uang kartal dan menyebar uang giral.
3. Pengumpul dana dan menyalurkan kepada masyarakat ; mengumpulkan dana pada SU dan menyalurkan kepada DU.
4. Pelaksanaan lalu lintas pembayaran ; bank menjadi penyelesai pembayaran transaksi komersial.
5. Stabilisator moneter ; bank mempunyai kewajiban ikut serta dalam menstabilkan nilai tukar uang , nilai kurs atau harga-harga barang yang relative stabil atau tetap, baik secara langsung atau secara GWM (Giro Wajib Minimum).
6. Dinamisator pertumbuhan perekonomian ; bank yang merupakan sumber dana, pelaksanaa lalu lintas pembayaran, memproduktifkan tabungan, dan pendorong kemajuan pedagangan nasional dan internasional.
Disamping memiliki fungsi dan bank memiliki asas dan tujuan yaitu :
Ø Asas dari bank itu perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegitan usaha berasaskan demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati –hatian.
Ø Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan rakyat banyak.
Bank juga memiliki jenis berdasarkan cara masing dalam posisi bank, maka dalam jenis ini dapat diklasifikasikan. Jenis-jenis bentuk bank berdasarkan jenis meliputi : Bank Umum dan Bank Pemilikan Rakyat.
Bentuk Bank Berdasarkan kepemilikan meliputi : Bank milik pemerintah / Pemerintah Daerah,Bank milik swasta nasional, Bank milik koperasi, Bank milik asing,dan Bank milik campura.
Bentuk bank bedasarkan hokum meliputi : Perusahaan daerah, Perseroan, Perseroan terbatas, dan Koperasi
Bentuk bank berdasarkan kegiatan usaha / status meliputi : Devisa dan Non devisa
Bentuk bank berdasarkan system penentuan harga meliputi : Konvensional dan Syariah
Bank sentral merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan duni perbankan dan dunia keuangan disuatu negara . Tujuan utama sebagai bank sentral adalah mencapai dan memilihara kestabilan nilai rupiah dengan menetapakan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran system devisa serta menagtur dan mengawasi bank.
Fungi BI selain Bank Sentral adalah sebagai berikut :
ü Bank sirkulasi ; mengatur peredaran keuangan suatu Negara
ü Bank to bank ; mengatur perbankan disuatu Negara
ü Lender Of The Last resort sebagai tempat peminjaman yang terakhir.
Banyak hal yang telah dibahas dalam pertemuan pertama tidak hanya bank tetapi juga tentang kliring. Dan setelah pembahasan tentang perbankan ada sedikitnya pembahasan tentang kliring. Dan yang dimasud dengan kliring (dari bahasa Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktifitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.
Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi.
Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya.
Proses kliring adalah termasuk pelaporan / pemantauan, marjin resiko, netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan.
sumber:http://cwebasket.wordpress.com/2009/02/23/213/#more-213
Sekilas menjelas yang dimaksud dengan bank bahasa Italinya adalah “Banco” yang berarti bangku. Tapi menurut UU no. 10 tahun 1998 bank itu adalah badan usah yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk- benuk dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Dan didalam pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa bank memiliki analogi ibarat tangan kanan dan tangan kiri. Tangan kanan bekerja sebagai source of fund, dan tangan kirinya mencari keuntungan. Dan tangan kanan berperan sebagai penghimpun dana yaitu dengan 3 kompenen yaitu:
1. Tabungan adalah sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjaga-jaga dalam jangka pendek. Faktor-faktor tingkat Tabungan
1) Tinggi rendahnya pendapatan masyarakat
2) Tinggi rendahnya suku bunga bank
3) adanya tingkat kepercayaan terhadap bank
2. Giro adalah suatu istilah perbankan untuk suatu cara pembayaran yang hampir merupakan kebalikan dari sistem cek. Suatu cek diberikan kepada pihak penerima pembayaran (payee) yang menyimpannya di bank mereka, sedangkan giro diberikan oleh pihak pembayar (payer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer dana kepada bank pihak penerima, langsung ke akun mereka. Perbedaan tersebut termasuk jenis perbedaan sistem ‘dorong dan tarik’ (push and pull). Yang dimaksud dari tarik adalah suatu cek, sedangkan dorong adalah pembayar yang memerintah bank untuk mengirim dana kepada ke penerima.
3. Deposito adalah sejenis jasa tabungan yang biasa ditawarkan oleh bank kepada masyarakat. Deposito biasanya memiliki jangka waktu tertentu di mana uang di dalamnya tidak boleh ditarik nasabah. Bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada bunga tabungan biasa.
Dengan dana yang terkumpul, bank harus memanfaatkan kas yang menganggur tersebut. Melalui tangan kiri bank melakukan pinjaman secara kredit kepada masyarakat dan juga melakukan hal yang lainnya. Maka uang aknan berputar secara baik tanpa adanya kecurangan terhadap tangan yang tidak bertanggung jawab.
Perbankan juga berhubungan erat dengan 2 kebijakan yaitu : Kebijakan fiscal dan Kebijakan moneter.
Disamping tangan kiri dan tangan kanan bank juga memiliki fungsi. Dan fungsi tersebut meliputi :
1. Lembaga keuangan ; badan usaha yang dalam bentuk asset keuangan (financial asset).
2. Pencipta uang ; mencipta uang kartal dan menyebar uang giral.
3. Pengumpul dana dan menyalurkan kepada masyarakat ; mengumpulkan dana pada SU dan menyalurkan kepada DU.
4. Pelaksanaan lalu lintas pembayaran ; bank menjadi penyelesai pembayaran transaksi komersial.
5. Stabilisator moneter ; bank mempunyai kewajiban ikut serta dalam menstabilkan nilai tukar uang , nilai kurs atau harga-harga barang yang relative stabil atau tetap, baik secara langsung atau secara GWM (Giro Wajib Minimum).
6. Dinamisator pertumbuhan perekonomian ; bank yang merupakan sumber dana, pelaksanaa lalu lintas pembayaran, memproduktifkan tabungan, dan pendorong kemajuan pedagangan nasional dan internasional.
Disamping memiliki fungsi dan bank memiliki asas dan tujuan yaitu :
Ø Asas dari bank itu perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegitan usaha berasaskan demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati –hatian.
Ø Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan rakyat banyak.
Bank juga memiliki jenis berdasarkan cara masing dalam posisi bank, maka dalam jenis ini dapat diklasifikasikan. Jenis-jenis bentuk bank berdasarkan jenis meliputi : Bank Umum dan Bank Pemilikan Rakyat.
Bentuk Bank Berdasarkan kepemilikan meliputi : Bank milik pemerintah / Pemerintah Daerah,Bank milik swasta nasional, Bank milik koperasi, Bank milik asing,dan Bank milik campura.
Bentuk bank bedasarkan hokum meliputi : Perusahaan daerah, Perseroan, Perseroan terbatas, dan Koperasi
Bentuk bank berdasarkan kegiatan usaha / status meliputi : Devisa dan Non devisa
Bentuk bank berdasarkan system penentuan harga meliputi : Konvensional dan Syariah
Bank sentral merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan duni perbankan dan dunia keuangan disuatu negara . Tujuan utama sebagai bank sentral adalah mencapai dan memilihara kestabilan nilai rupiah dengan menetapakan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran system devisa serta menagtur dan mengawasi bank.
Fungi BI selain Bank Sentral adalah sebagai berikut :
ü Bank sirkulasi ; mengatur peredaran keuangan suatu Negara
ü Bank to bank ; mengatur perbankan disuatu Negara
ü Lender Of The Last resort sebagai tempat peminjaman yang terakhir.
Banyak hal yang telah dibahas dalam pertemuan pertama tidak hanya bank tetapi juga tentang kliring. Dan setelah pembahasan tentang perbankan ada sedikitnya pembahasan tentang kliring. Dan yang dimasud dengan kliring (dari bahasa Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktifitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.
Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi.
Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya.
Proses kliring adalah termasuk pelaporan / pemantauan, marjin resiko, netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan.
sumber:http://cwebasket.wordpress.com/2009/02/23/213/#more-213
Cost of Fund
Manajemen Dana Bank
Tersedia 2 jenis dana, yaitu loanable dan unloanable fund. Loanable fund terdiri atas legal reserve requirement yang ditentukan oleh otoritas moneter (BI), jumlah kas yang harus tersedia bila nasabah mengadakan penarikan dana, working capital, dan cadangan operasional lainnya.
Sedangkan loanable fund terdiri dari idle dan operable fund. Idle merupakan dana yang masih menganggur atau belum dialokasikan, sedangkan operable adalah dana yang telah dialokasikan, misalnya dalam bentuk kredit kepada debitur. Pengelompokan dana ini sangat diperlukan untuk menghitung Cost of Fund yang dikeluarkan bank, dan untuk menentukan interest spread (bunga pinjaman yang diinginkan).
Komponen untuk menentukan bunga pinjaman bank yang diinginkan di antaranya :
# total biaya dana
# laba yang diinginkan
# cadangan resiko kredit macet
# biaya kredit
# pajak
Perhitungan penentuan biaya dana secara umum terdiri dari 4 :
# COF (Cost of Mixed Fund)
(biaya bunga/total dana masyarakat)*100%
# COM (Cost of Money)
(biaya bunga+biaya operasional):total dana masyarakat*100%
# COL (Cost of Loanable Fund)
biaya bunga/(total dana masyarakat-unloanable fund)*100%
# COP (Cost of Operable Fund)
(biaya bunga+biaya operasional lainnya):total aktiva produktif*100%
· nilai COF lebih rendah dari yang lain, karena hanya memperhitungkan beban bunga saja.
· COM mempunyai nilai yang lebih besar karena membebankan biaya overhead kepada nasabah yang meminta kredit.
· COL dan COP memperhitungkan penggunaan dananya, sehingga nilainya lebih tinggi dibandingkan COF dan COM.
Cost of Fund akan berpengaruh kepada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang menentukan tingkat resiko dan kesehatan bank. Semakin tinggi CAR (minimal 8%), semakin sehat bank tersebut. Tapi jika CAR terlalu tinggi, bisa berarti Bank tersebut mengalokasikan dananya kepada yang tidak beresiko, misalnya SBI, obligasi pemerintah, dan lain-lain. CAR dihitung dengan formula : modal/ATMR.
Untuk memperbesar CAR, dapat dengan memperbesar modal dan mengurangi tingkat resiko, diatur dalam Basel II.
Sumber: http://pandamlucuabis.wordpress.com/2009/02/23/perbankan/
Tersedia 2 jenis dana, yaitu loanable dan unloanable fund. Loanable fund terdiri atas legal reserve requirement yang ditentukan oleh otoritas moneter (BI), jumlah kas yang harus tersedia bila nasabah mengadakan penarikan dana, working capital, dan cadangan operasional lainnya.
Sedangkan loanable fund terdiri dari idle dan operable fund. Idle merupakan dana yang masih menganggur atau belum dialokasikan, sedangkan operable adalah dana yang telah dialokasikan, misalnya dalam bentuk kredit kepada debitur. Pengelompokan dana ini sangat diperlukan untuk menghitung Cost of Fund yang dikeluarkan bank, dan untuk menentukan interest spread (bunga pinjaman yang diinginkan).
Komponen untuk menentukan bunga pinjaman bank yang diinginkan di antaranya :
# total biaya dana
# laba yang diinginkan
# cadangan resiko kredit macet
# biaya kredit
# pajak
Perhitungan penentuan biaya dana secara umum terdiri dari 4 :
# COF (Cost of Mixed Fund)
(biaya bunga/total dana masyarakat)*100%
# COM (Cost of Money)
(biaya bunga+biaya operasional):total dana masyarakat*100%
# COL (Cost of Loanable Fund)
biaya bunga/(total dana masyarakat-unloanable fund)*100%
# COP (Cost of Operable Fund)
(biaya bunga+biaya operasional lainnya):total aktiva produktif*100%
· nilai COF lebih rendah dari yang lain, karena hanya memperhitungkan beban bunga saja.
· COM mempunyai nilai yang lebih besar karena membebankan biaya overhead kepada nasabah yang meminta kredit.
· COL dan COP memperhitungkan penggunaan dananya, sehingga nilainya lebih tinggi dibandingkan COF dan COM.
Cost of Fund akan berpengaruh kepada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang menentukan tingkat resiko dan kesehatan bank. Semakin tinggi CAR (minimal 8%), semakin sehat bank tersebut. Tapi jika CAR terlalu tinggi, bisa berarti Bank tersebut mengalokasikan dananya kepada yang tidak beresiko, misalnya SBI, obligasi pemerintah, dan lain-lain. CAR dihitung dengan formula : modal/ATMR.
Untuk memperbesar CAR, dapat dengan memperbesar modal dan mengurangi tingkat resiko, diatur dalam Basel II.
Sumber: http://pandamlucuabis.wordpress.com/2009/02/23/perbankan/
CAMELS
CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity, Sensitivity to Market Risks) Ã penilaian kesehatan bank
Ditentukan oleh :
1. Kecukupan pemenuhan KPMM/CAR terhadap peraturan yang berlaku :
Formula dan indicator pendukung à Modal : ATMR.
Semakin rendah CAR, maka dapat dikatakan semakin sehat Bank tersebut karena CAR menentukan resiko yang diambil oleh bank tersebut.
2. Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank :
Formula dan indicator pendukung à APYD:Modal bank.
Terbagi menjadi :
· Aktiva produktif yang digolongkan lancar,
· Aktiva produktif yang digolongkan dalam perhatian khusus,
· Aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar,
· Aktiva produktif yang digolongkan tidak lancar,
· Aktiva produktif yang digolongkan macet.
Penggolongan ini ditentukan berdasarkan kemampuan debitor melunasi kewajibannya.
Syarat BI = 5%
Semakin kecil nilainya, maka akan semakin baik karena akan menentukan seberapa mampu modal bank menopang aktiva produktif.
3. Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit:
Formula dan indicator pendukung à Debitur inti : total kredit.
Dalam satu bank, jika dikuasai oleh sekelompok debitur, maka jika suatu saat debitur tidak dapat melunasi kewajibannya akan berbahaya bagi kelangsungan bank tersebut. (diversifikasi).
Rasio ini dapat digunakan untuk mengukur A (asset) karena kredit merupakan salah satu asset bank.
Semakin rendah, maka akan semakin baik karena menandakan bahwa bank tersebut tidak dikuasai sekelompok debitur.
4. Kepatuhan bank à legal lending limit/BMPK
Batas pemberian kredit kepada lembaga/perusahaan lain :
· Jika memiliki ikatan darah dan kepemilikan perusahaan, maka dibatasi 10%,
· Jika tidak terdapat ikatan dekat, maka dibatasi 20%
5. Posisi devisa neto :
Penetapan kurs pada devisa sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan jika sewaktu-waktu kurs jatuh.
6. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti :
Formula dan indicator pendukung à deposan inti : dana pihak ketiga
Jika suatu bank dikuasai oleh beberapa nasabah saja, maka akan mempengaruhi likuiditas bank tersebut, jika sewaktu-waktu nasabah menarik dananya.
Pada akhirnya, proses penetapan peringkat komposit bank akan ditentukan oleh expert judgement oleh BI.
Sumber : http://pandamlucuabis.wordpress.com/2009/03/23/camels/
Ditentukan oleh :
1. Kecukupan pemenuhan KPMM/CAR terhadap peraturan yang berlaku :
Formula dan indicator pendukung à Modal : ATMR.
Semakin rendah CAR, maka dapat dikatakan semakin sehat Bank tersebut karena CAR menentukan resiko yang diambil oleh bank tersebut.
2. Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank :
Formula dan indicator pendukung à APYD:Modal bank.
Terbagi menjadi :
· Aktiva produktif yang digolongkan lancar,
· Aktiva produktif yang digolongkan dalam perhatian khusus,
· Aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar,
· Aktiva produktif yang digolongkan tidak lancar,
· Aktiva produktif yang digolongkan macet.
Penggolongan ini ditentukan berdasarkan kemampuan debitor melunasi kewajibannya.
Syarat BI = 5%
Semakin kecil nilainya, maka akan semakin baik karena akan menentukan seberapa mampu modal bank menopang aktiva produktif.
3. Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit:
Formula dan indicator pendukung à Debitur inti : total kredit.
Dalam satu bank, jika dikuasai oleh sekelompok debitur, maka jika suatu saat debitur tidak dapat melunasi kewajibannya akan berbahaya bagi kelangsungan bank tersebut. (diversifikasi).
Rasio ini dapat digunakan untuk mengukur A (asset) karena kredit merupakan salah satu asset bank.
Semakin rendah, maka akan semakin baik karena menandakan bahwa bank tersebut tidak dikuasai sekelompok debitur.
4. Kepatuhan bank à legal lending limit/BMPK
Batas pemberian kredit kepada lembaga/perusahaan lain :
· Jika memiliki ikatan darah dan kepemilikan perusahaan, maka dibatasi 10%,
· Jika tidak terdapat ikatan dekat, maka dibatasi 20%
5. Posisi devisa neto :
Penetapan kurs pada devisa sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan jika sewaktu-waktu kurs jatuh.
6. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti :
Formula dan indicator pendukung à deposan inti : dana pihak ketiga
Jika suatu bank dikuasai oleh beberapa nasabah saja, maka akan mempengaruhi likuiditas bank tersebut, jika sewaktu-waktu nasabah menarik dananya.
Pada akhirnya, proses penetapan peringkat komposit bank akan ditentukan oleh expert judgement oleh BI.
Sumber : http://pandamlucuabis.wordpress.com/2009/03/23/camels/
Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Umum
Industri perbankan yang sehat dapat mendukung stabilitas perekonomian nasional. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbedaan mendasar antara BPR dan Bank Umum adalah kegiatan operasionalnya. BPR memiliki jangkauan kegiatan operasional yang terbatas.
Berdasarkan undang-undang no 7 tahun 1992 dan diperbaharui pada UU no 10 tahun 1998, struktur perbankan di Indonesia terdiri atas bank umum dan BPR.
Aktivitas BPR antara lain :
· BPR dikenal melayani golongan kecil dan menengah, dan lokasinya berada pada lokasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
· BPR menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito, dan yang dipersamakan dengan itu.
· BPR memberikan kredit dalam bentuk kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi.
Aktivitas Bank Umum antara lain :
· Memberikan jasa dalam lau lintas pembayaran.
· Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito, giro, tabungan, dan yang dipersamakan dengan itu.
· Memberikan kredit.
· Menerbitkan surat pengakuan hutang.
Modal disetor :
· Berdasarkan pasal 5 peraturan Bank Indonesia nomor 11/1/PBI/2009 modal disetor Bank Umum adalah 3 trilyun.
sumber :http://pandamlucuabis.wordpress.com/2009/02/23/bpr-dan-bank-umum/
Berdasarkan undang-undang no 7 tahun 1992 dan diperbaharui pada UU no 10 tahun 1998, struktur perbankan di Indonesia terdiri atas bank umum dan BPR.
Aktivitas BPR antara lain :
· BPR dikenal melayani golongan kecil dan menengah, dan lokasinya berada pada lokasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
· BPR menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito, dan yang dipersamakan dengan itu.
· BPR memberikan kredit dalam bentuk kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi.
Aktivitas Bank Umum antara lain :
· Memberikan jasa dalam lau lintas pembayaran.
· Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito, giro, tabungan, dan yang dipersamakan dengan itu.
· Memberikan kredit.
· Menerbitkan surat pengakuan hutang.
Modal disetor :
· Berdasarkan pasal 5 peraturan Bank Indonesia nomor 11/1/PBI/2009 modal disetor Bank Umum adalah 3 trilyun.
sumber :http://pandamlucuabis.wordpress.com/2009/02/23/bpr-dan-bank-umum/
Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang.
Definisi lainnya adalah proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Ini adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga.
Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi.
Kondisi ini dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah ini juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Berdasarkan penyebabnya, maka inflasi dibagi menjadi dua:
* Demand inflation, timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai macam barang terlalu kuat. Misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah.
* Cost inflation, timbul karena kenaikan biaya produksi atau berkurangnya penawaran agregatif. Bisa jadi karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan bakar minyak).
Sedangkan berdasarkan asal dari inflasi, maka bisa digolongkan menjadi :
* Domestic inflation, berasal dari dalam negeri. Misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan gagal dsb.
* Imported inflation, berasal dari luar negeri, timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula melalui kenaikan harga barang-barang ekspor dan saluran-salurannya hanya sedikit berbeda dengan penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor.
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. Ia juga bisa dibagi menjadi tiga golongan, yaitu ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi.
Disebut ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; sedang antara 10%-30% setahun; berat antara 30%-100% setahun; dan hiperinflasi atau tak terkendali, yang terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas. Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.
Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.
Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking.
Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR).
sumber: http://www.anneahira.com/artikel-umum/inflasi.htm
Definisi lainnya adalah proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Ini adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga.
Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi.
Kondisi ini dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah ini juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Berdasarkan penyebabnya, maka inflasi dibagi menjadi dua:
* Demand inflation, timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai macam barang terlalu kuat. Misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah.
* Cost inflation, timbul karena kenaikan biaya produksi atau berkurangnya penawaran agregatif. Bisa jadi karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan bakar minyak).
Sedangkan berdasarkan asal dari inflasi, maka bisa digolongkan menjadi :
* Domestic inflation, berasal dari dalam negeri. Misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan gagal dsb.
* Imported inflation, berasal dari luar negeri, timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula melalui kenaikan harga barang-barang ekspor dan saluran-salurannya hanya sedikit berbeda dengan penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor.
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. Ia juga bisa dibagi menjadi tiga golongan, yaitu ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi.
Disebut ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; sedang antara 10%-30% setahun; berat antara 30%-100% setahun; dan hiperinflasi atau tak terkendali, yang terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas. Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.
Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.
Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking.
Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR).
sumber: http://www.anneahira.com/artikel-umum/inflasi.htm
Akuntansi Keuangan
Bicara mengenai akuntansi keuangan, maka kita perlu memahami pengertian Akuntansi dasar terlebih dahulu, yaitu:
1.
Seni dalam pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran, penafsiran danpengkomunikasian dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian – kejadian ekonomi dari suatu etintas hukum atau sosial. (AICPA)
2.
Bahasa bisnis yang memberikan informasi tentang kondisi suatu perusahaan atau organisasi dan hasil usaha atau aktivitasnya pada waktu atau periode tertentu, sebagai pertanggung jawaban manajemen serta untuk pengambikan keputusan bisnis.
Akuntansi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
* Akuntansi Manajemen
* Akuntansi Perpajakan
* Akuntansi Keuangan, yang terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Akuntansi komersial, biasanya digunakan oleh perusahaan.
2. Akuntansi Nirlaba, biasanya digunakan oleh Pemerintah, Rumah Sakit, lembaga Pendidikan dan Organisasi Nirlaba lainnya (Lembaga Swadaya Masyarakat, Partai Politik, LPZ, dan lain sebagainya)
Bisa dipahami bahwa Akuntansi keuangan adalah bagian dari akuntansi yang berkaitan dengan penyiapan laporan keuangan untuk pihak luar, seperti pemegang saham, kreditor, pemasok, serta pemerintah.
Prinsip utama yang dipakai dalam akuntansi keuangan adalah persamaan akuntansi (Aktiva = Kewajiban + Modal). Aktiva adalah harta yang dimiliki perusahaan, digunakan untuk operasi perusahaan dalam upaya menciptakan pendapatan.
Sedangkan modal disini adalah modal yang disetor oleh pemilik perusahaan. Modal juga bisa dikatakan selisih antara Aktiva dikurang Hutang. Sedangkan Hutang adalah kewajiban yang dimiliki perusahaan, merupakan unsur pendanaan untuk penyediaan modal kerja bagi operasi perusahaan.
Akuntansi keuangan berhubungan dengan masalah pencatatan transaksi untuk suatu perusahaan atau organisasi dan penyusunan berbagai laporan berkala dari hasil pencatatan tersebut.
Laporan ini disusun untuk kepentingan umum dan biasanya digunakan pemilik perusahaan untuk menilai prestasi manajer atau dipakai manajer sebagai pertanggungjawaban keuangan terhadap para pemegang saham.
Hal yang tidak kalah penting adalah adanya Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang merupakan aturan-aturan yang harus digunakan didalam pengukuran dan penyajian laporan keuangan untuk kepentingan eksternal.
Dengan demikian, diharapkan pemakai dan penyusun laporan keuangan dapat berkomunikasi melalui laporan keuangan ini, sebab mereka menggunakan acuan yang sama yaitu SAK.
SAK ini mulai diterapkan di Indonesia pada 1994, menggantikan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984. Penyusunan dan Penyajian Laporan keuangan mengacu pada SAK yang ditetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-IAI.
Saat ini, secara garis besar Standar Akuntansi Keuangan berisi 59 PSAK beserta Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang melandasinya dan 4 IPSAK. SAK yang ditetapkan oleh IAI merupakan hasil adaptasi dari International Accounting Standards.
Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional ke dalam SAK oleh Dewan SAK-Ikatan Akuntan Indonesia sebagai salah upaya harmonisasi dan dinamisasi praktik akuntansi keuangan internasional dalam usaha menjawab tantangan di era globalisasi.
Sumber : http://www.anneahira.com/artikel-umum/akuntansi-keuangan.htm
1.
Seni dalam pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran, penafsiran danpengkomunikasian dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian – kejadian ekonomi dari suatu etintas hukum atau sosial. (AICPA)
2.
Bahasa bisnis yang memberikan informasi tentang kondisi suatu perusahaan atau organisasi dan hasil usaha atau aktivitasnya pada waktu atau periode tertentu, sebagai pertanggung jawaban manajemen serta untuk pengambikan keputusan bisnis.
Akuntansi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
* Akuntansi Manajemen
* Akuntansi Perpajakan
* Akuntansi Keuangan, yang terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Akuntansi komersial, biasanya digunakan oleh perusahaan.
2. Akuntansi Nirlaba, biasanya digunakan oleh Pemerintah, Rumah Sakit, lembaga Pendidikan dan Organisasi Nirlaba lainnya (Lembaga Swadaya Masyarakat, Partai Politik, LPZ, dan lain sebagainya)
Bisa dipahami bahwa Akuntansi keuangan adalah bagian dari akuntansi yang berkaitan dengan penyiapan laporan keuangan untuk pihak luar, seperti pemegang saham, kreditor, pemasok, serta pemerintah.
Prinsip utama yang dipakai dalam akuntansi keuangan adalah persamaan akuntansi (Aktiva = Kewajiban + Modal). Aktiva adalah harta yang dimiliki perusahaan, digunakan untuk operasi perusahaan dalam upaya menciptakan pendapatan.
Sedangkan modal disini adalah modal yang disetor oleh pemilik perusahaan. Modal juga bisa dikatakan selisih antara Aktiva dikurang Hutang. Sedangkan Hutang adalah kewajiban yang dimiliki perusahaan, merupakan unsur pendanaan untuk penyediaan modal kerja bagi operasi perusahaan.
Akuntansi keuangan berhubungan dengan masalah pencatatan transaksi untuk suatu perusahaan atau organisasi dan penyusunan berbagai laporan berkala dari hasil pencatatan tersebut.
Laporan ini disusun untuk kepentingan umum dan biasanya digunakan pemilik perusahaan untuk menilai prestasi manajer atau dipakai manajer sebagai pertanggungjawaban keuangan terhadap para pemegang saham.
Hal yang tidak kalah penting adalah adanya Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang merupakan aturan-aturan yang harus digunakan didalam pengukuran dan penyajian laporan keuangan untuk kepentingan eksternal.
Dengan demikian, diharapkan pemakai dan penyusun laporan keuangan dapat berkomunikasi melalui laporan keuangan ini, sebab mereka menggunakan acuan yang sama yaitu SAK.
SAK ini mulai diterapkan di Indonesia pada 1994, menggantikan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984. Penyusunan dan Penyajian Laporan keuangan mengacu pada SAK yang ditetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-IAI.
Saat ini, secara garis besar Standar Akuntansi Keuangan berisi 59 PSAK beserta Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang melandasinya dan 4 IPSAK. SAK yang ditetapkan oleh IAI merupakan hasil adaptasi dari International Accounting Standards.
Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional ke dalam SAK oleh Dewan SAK-Ikatan Akuntan Indonesia sebagai salah upaya harmonisasi dan dinamisasi praktik akuntansi keuangan internasional dalam usaha menjawab tantangan di era globalisasi.
Sumber : http://www.anneahira.com/artikel-umum/akuntansi-keuangan.htm
Mengenal Dunia Perbankan
Kata bank berasal dari bahasa Italia banca atau uang, yaitu sebuah tempat di mana uang disimpan dan dipinjamkan.
Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Secara lebih luas, bak dapat diartikan sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitasnya selalu berkaitan dalam bidang keuangan.
Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang.
Perkembanga nya di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika.
Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarahnya, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang.
Dalam perjalanan sejarah kerajaan tempo dulu mungkin penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer).
Perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan, yang kemudian bertambah dengan kegiatan peminjaman uang.
Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh bank dipinjamkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai dan perluasan kredit. Evolusi bank berawal dari awal tulisan, dan berlanjut sampai sekarang, dimana bank sebagai institusi keuangan yang menyediakan jasa keuangan.
Sekarang ini bank adalah institusi yang memegang lisensi bank. Lisensi bank diberikan oleh otoriter supervisi keuangan dan memberikan hak untuk melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan pinjaman.
Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan, yaitu :
* Sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.
* Dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran perbankan ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.
Eksistensi perbankan Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh kemampuannya membaca perubahan-perubahan di lingkungan eksternalnya, baik pada lingkup nasional maupun internasional.
Perbahan-perubahan yang penting untuk dicermati adalah perubahan struktur dan karakter perekonomian nasional sebagai akibat dari perubahan struktur insentif pasca-krisis, penerapan otonomi daerah, serta fenomena globalisasi dan regionalisasi.
Sumber : http://www.anneahira.com/artikel-umum/perbankan.htm
Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Secara lebih luas, bak dapat diartikan sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitasnya selalu berkaitan dalam bidang keuangan.
Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang.
Perkembanga nya di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika.
Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarahnya, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang.
Dalam perjalanan sejarah kerajaan tempo dulu mungkin penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer).
Perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan, yang kemudian bertambah dengan kegiatan peminjaman uang.
Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh bank dipinjamkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai dan perluasan kredit. Evolusi bank berawal dari awal tulisan, dan berlanjut sampai sekarang, dimana bank sebagai institusi keuangan yang menyediakan jasa keuangan.
Sekarang ini bank adalah institusi yang memegang lisensi bank. Lisensi bank diberikan oleh otoriter supervisi keuangan dan memberikan hak untuk melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan pinjaman.
Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan, yaitu :
* Sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.
* Dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran perbankan ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.
Eksistensi perbankan Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh kemampuannya membaca perubahan-perubahan di lingkungan eksternalnya, baik pada lingkup nasional maupun internasional.
Perbahan-perubahan yang penting untuk dicermati adalah perubahan struktur dan karakter perekonomian nasional sebagai akibat dari perubahan struktur insentif pasca-krisis, penerapan otonomi daerah, serta fenomena globalisasi dan regionalisasi.
Sumber : http://www.anneahira.com/artikel-umum/perbankan.htm
Sistem Perbankan Syariah di Indonesia
Lahirnya UU No.10 Tahun 1998 yang merupakan amandemen atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka di Indonesia dikenal dua sistem perbankan (dual system banking) yaitu sistem bank konvensional dan sistem bank syariah. Sistem operasional Bank Syariah adalah berbeda dengan bank umum lainnya (konvensional). Bank Konvensional lebih kental aromanya dalam mengejar keuntungan materiil semata (kapitalistik) dengan sistem bunganya, sehingga tidak mengenal adanya kerugian pihak lain, sedangkan Bank Syariah menekankan adanya sifat ta’awun (tolong menolong dalam suka dan duka / kemitraan), sehingga ada prinsip bagi bagi hasil yang dikenal dengan nama “profit and loss sharing” atau “ mudlarabah “ dan juga ada pinjaman kebajikan (social) bagi nasabah yang sangat lemah dengan skim (bentuk pembiayaan) “qordlul hasan” yaitu pinjaman dimana nasabah tidak dibebani sesuatu apapun kecuali hanya mengembalikan pokoknya.
Khusus dibidang perbankan, setelah lahirnya UU No.10 Tahun 1998 yang secara tegas mengakui sistem perbankan syariah disamping perbankan konvensional, maka keberadaan Bank Muamalat Indonesia dan bank Umum Syariah lainnya serta lembaga keuangan syari’ah pada umumnya semakin kokoh dan kuat karena terdapat pijakan hukum yang pasti. Adanya landasan hukum yang pasti tersebut maka sampai tahun 2004 telah lahir 3 Bank Umum Syariah, 11 Unit Usaha Syariah (windows) dari Bank Konvensional, 88 Bank Perkreditan Syariah dengan jaringan 102 Kantor Pusat dan 137 Kantor Cabang dan ratusan kantor cabang pembantu, disamping itu lahir pula ribuan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) di seluruh pelosok wilayah Republik Indonesia.
Adapun yang menjadi tujuan didirikan perbankan syariah adalah :
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam, khususnya dalam bidang perbankan agar terhindar dari praktek riba;
2. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, sehingga tidak terjadi kesenjangan yang mencolok antara antara si pemilik modal dan pengelola modal;
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan mendorong untuk berwira usaha;
4. Untuk membantu menanggulangi masalah kemiskinan yang menjadi program utama Negara berkembang;
5. Untuk menjaga kestabilan ekonomi/moneter pemerintah, yaitu dengan menghindari/menekan laju inflasi akibat penerapan suku bunga dan persaingan tidak sehat dari lembaga keuangan konvensional dan pengusaha pada umumnya.
6. Untuk menyelamatkan umat Islam dari ketergantungan bank konvensional sehingga umat Islam dapat mengembangkan ekonominya secara Islami;
Selanjutnya karakteristik/ciri khas yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional antara lain:
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad diwujudkan dalam bentuk nominal dan sifatnya fleksibel dan wajar;
2. Bentuk prosentase dalam pembayaran dihindari karena bersifat melekat pada sisa hutang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir ;
3. Bank syariah tidak menerapkan pembiayaan kontrak berdasarkan keuntungan yang pasti (fixed return) yang ditentukan dimuka, tetapi lebih kepada bagi hasil baik dalam keuntungan maupun dalam kerugian.
4. Bank syariah tidak akan melakukan jual beli uang dengan jenis mata uang yang sama, dengan kata lain uang dipandang bukan sebagai barang komudite sehingga dalam traksaksi selalu menggunakan istilah pembiayaan / kredit barang bukan kredit uang.
5. Dalam bank syariah ada Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari aspek syari’ahnya.
sumber : http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/1991244-sistem-perbankan-syariah-di-indonesia/
Khusus dibidang perbankan, setelah lahirnya UU No.10 Tahun 1998 yang secara tegas mengakui sistem perbankan syariah disamping perbankan konvensional, maka keberadaan Bank Muamalat Indonesia dan bank Umum Syariah lainnya serta lembaga keuangan syari’ah pada umumnya semakin kokoh dan kuat karena terdapat pijakan hukum yang pasti. Adanya landasan hukum yang pasti tersebut maka sampai tahun 2004 telah lahir 3 Bank Umum Syariah, 11 Unit Usaha Syariah (windows) dari Bank Konvensional, 88 Bank Perkreditan Syariah dengan jaringan 102 Kantor Pusat dan 137 Kantor Cabang dan ratusan kantor cabang pembantu, disamping itu lahir pula ribuan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) di seluruh pelosok wilayah Republik Indonesia.
Adapun yang menjadi tujuan didirikan perbankan syariah adalah :
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam, khususnya dalam bidang perbankan agar terhindar dari praktek riba;
2. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, sehingga tidak terjadi kesenjangan yang mencolok antara antara si pemilik modal dan pengelola modal;
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan mendorong untuk berwira usaha;
4. Untuk membantu menanggulangi masalah kemiskinan yang menjadi program utama Negara berkembang;
5. Untuk menjaga kestabilan ekonomi/moneter pemerintah, yaitu dengan menghindari/menekan laju inflasi akibat penerapan suku bunga dan persaingan tidak sehat dari lembaga keuangan konvensional dan pengusaha pada umumnya.
6. Untuk menyelamatkan umat Islam dari ketergantungan bank konvensional sehingga umat Islam dapat mengembangkan ekonominya secara Islami;
Selanjutnya karakteristik/ciri khas yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional antara lain:
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad diwujudkan dalam bentuk nominal dan sifatnya fleksibel dan wajar;
2. Bentuk prosentase dalam pembayaran dihindari karena bersifat melekat pada sisa hutang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir ;
3. Bank syariah tidak menerapkan pembiayaan kontrak berdasarkan keuntungan yang pasti (fixed return) yang ditentukan dimuka, tetapi lebih kepada bagi hasil baik dalam keuntungan maupun dalam kerugian.
4. Bank syariah tidak akan melakukan jual beli uang dengan jenis mata uang yang sama, dengan kata lain uang dipandang bukan sebagai barang komudite sehingga dalam traksaksi selalu menggunakan istilah pembiayaan / kredit barang bukan kredit uang.
5. Dalam bank syariah ada Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari aspek syari’ahnya.
sumber : http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/1991244-sistem-perbankan-syariah-di-indonesia/
Langganan:
Postingan (Atom)